Puisi
UNSUR DIDAKTIK PUISI “SAAT
SEBELUM BERANGKAT”
DALAM BUKU “HUJAN BULAN JUNI”
KARYA SAPARDI DJOKO
DAMONO
Ridwan Taufiq, Yulianti
Prodi Bahasa dan Sastra
Indonesia IKIP Siliwangi
Abstrac:
The problems in this study were
formulated on two question, namely, a) how the physical elements and inner
elements of poetry Saat Sebelum Berangkat in e book of poetry Hujan
Bulan Juni by Sapardi Djoko Damono?
b) how the didactic elements of poetry Saat Sebelum Berangkat in
a book of poetry Hujan Bulan Juni by Sapardi Djoko Damono? This
reasearch uses descptive analytic method or content analysis. The results of
analysis show that the didactic element in poetry Saat Sebelum Berangkat were
still exist though it appears impicit. The didactic element can be found in the
physical element ang the inner element through the vocabulary wich can easily
be faound ini KBBI. Contemporary poetry form, not too heavy, the theme and
messsge delivered by the poet inti didactic material or learning for students
in appreciating the literary work, especially poetry.
Key word:
Didactic, Poetry, Descriptive
Abstrak:
Persoalan dalam penelitian ini
dirumuskan pada sebuah pertanyaan, yaitu: a) bagaimana unsur fisik dan unsur
batin puisi Saat Sebelum Berangkat dalam buku Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono? b) bagaimana unsur
didaktik puisi Saat Sebelum Berangkat dalam buku Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono? Penelitian ini
menggunakan metode deskriftif analitik atau conten analisys. Hasil analisis
menunjukan bahwa unsur didaktik puisi Saat Sebelum Berangkat dalam buku Hujan
Bulan Juni karya Sapardi Djoko
Damono tetap ada meskipun nampak implisit (tidak terlihat). Unsur didaktik implisit
dalam unsur fisik dan unsur batin puisi melalui kosa kata yang dengan mudah
ditemukan maknanya dalam KBBI. Bentuk puisi yang kontemporer, tidak terlalu
berat, tema dan amanat yang disampaikan penyair menjadi bahan didaktik atau
pembelajaran bagi siswa dalam mengapresiasi karya sastra khususnya puisi.
Kata Kunci:
Didaktik, Puisi, Deskriptif
PENDAHULUAN
Sebuah karya sastra, secara umum menceritakan
kenyataan hidup, pembelajaran, dan nasihat-nasihat. Sebuah kasrya sastra diciptakan
sedemikian rupa hingga kenyataan hidup itu nampak artistik dan menarik untuk
disimak. Bahkan, karya sastra itu dapat menjadi arti tersendiri bagi pembaca
dan penikmatnya.
Ada banyak karya tulisan yang bisa masuk kedalam
karya satra, meskipun tidak semua tulisan itu bisa masuk kedalam karya sastra.
Seperti yang sudah dikemukakan di atas bahwa karya sastra harus memiliki cita
rasa yang unik, artistik, dan penuh dengan estetika, menarik untuk dibaca, dan
tidak. Karya sastra yang termasuk seni, adalah aktifitas batin dan pengalaman
estetik yang yang dinyatakan hingga menimbulkan rasa yang menakjubkan atau
menghaukan jika kita membacanya. Karya tulis yang termasuk karya sastra adalah
novel, cerpen, drama, dan puisi.
Saat ini siswa cenderung menyukai bacaan yang
menyajikan sajian yang bertema urban, super ringan, pornografi, hedonistik, dan
jauh dari nilai-nilai sastra atau jauh dari nilai didakdik atau pembelajaran. Untuk
itu kita harus meningkatkan apresiasi siswa terhadap karya sastra. Melalui
penelitian ini penulis ingin menggiring para siswa ke arah bacaan karya sastra
yang bemutu dan secara tidak langsung mengangkat nilai-nilai bahasa itu
sendiri.
Sebuah kenyataan bahwa pengajaran apresiasi puisi
tidak lebih dari rutinitas pengajaran untuk memenuhi tuntutan kurikulum belaka.
Pengajaran apresiasi puisi belum memberikan insfirasi kepada siswa untuk
menjadi menjadi manusia yang berbudaya, yakni manusia yang memiliki sikap
responsif terhadap nilai-nilai moral dan keluhuhuran budi. Berdasarkan pemaparan
tersebut, perlu kiranya dibuat analisis lebih lanjut dan lebih aktif dalam
proses pengapresiasian karya sastra didalam proses belajar mengajar.
Jika diamati, terkadang karya sastra terpisah dari
bahasa itu sendiri. Sesungguhnya, memisahkan antara bahasa dan karya sastra
hanya terletak pada pemilihan kata-kata. Pemilihan kata-kata yang dipakai karya
sastra cenderung lebih memunculkan estetika dan lebih bebas dalam
menggunakannya. Puisi yang masuk ke dalam karya satra tidak lepas dari
keestetikaan tersebut. Indonesia tidak memiliki banya penyair yang juga
akademikus, atau seorang penyair yang tidak meninggalkan sisi-sisi etika
berbahsa dalam menciptakan karya satranya, dan salah satunya adalah Sapardi
Djoko Damono (Muhamad Haji Saleh, Wallking Wesward in the morning, Hujan Bulan Juni: 2003).
Puisi prosa karya Sapardi djoko Damono adalah sebuah
perkembangan baru, namun senantiasa peka terhadap kualitas imajistik puisi.
Perpaduan antara kemungkinan kemungkinan prosa dan puisi telah memungkinkannya
menciptakan suatu bentu puisi yang luwes. Ketelitian serta keterampilan, yang
merupakan ciri kebanyakan sajaknya, menunjukan pada kita bahwa beliau adalah
seorang persfeksionis dalam bentuk puisi maupun bahasa.
A.Teeuw (A. Teeuw, Modern Indonesia Literature II) memaparkan bahwa :
“sifat perfek dari setiap puisinya itu
pengaruh dari beliau yang juga seorang akademisi. Agar bisa memahami dengan
baik karya sapardi, kita harus menyadari bahwa ia telah dengan sengaja memilih
untuk selalu berada dalam kaitan antara ambiguitas dan konvensi puisi.”
Ada bebarapa puisi yang mendekati bentuk sederhana dalam kata
maupun diksinya. Peneliti memilih dua buah puisi pada buku kumpulan karya
Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Hujan Bulan Juni”. Sehingga penulis
membatasi penelitian ini dari berbagai masalah yang ada, diantaranya:
1. Bagaimana
stuktur fisik dan batin pada puisi Saat Sebelum Berangkat?
2. Bagaimana
unsur didaktik/pembelajaran (pelajaran yang bisa diambil pengajar dan juga
siswa yang diketahui dari struktur fisik dan batin puisi) pada puisi Saat
Sebelum Berangkat?
Adapun tujuan penulisan
ini, tentu saja, adalah untuk mengetahui dan mendeskrifsikan struktur fisik dan
struktur batin, serta menemukan unsur didaktik dari puisi Saat Sebelum
Berangkat pada buku kumpulan puisi “Hujan Bulan Juni” karya sapardi Djoko
Damono”. Adapun manfaat yang akan didapat adalah menenambah wawasan dan pengetahuan
serta motivasi bagi peneliti, pembaca
dan lembaga terkait.
Konsep
Dasar Pengertian Puisi
Dalam kamus istilah
sastra (1994: 156), dipaparkan pengertian puisi secara luas mengenai apa itu puisi? Puisi adalah ragam bahasa
yang terikat oleh irama dan tata puitika yang lain. Puisi juga diartikan
sebagai gubahan-gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih secara cermat
sehingga memperpanjang akan kesadaran, pengalaman dan membangkitkan tanggapan
khusus lewat penataan bunyi, irama dan
makna khusus.
Menurut KBBI (1988:
706), puisi dimaknai sebagai berikut:
“ragam
bahasa yang terikat oleh irama, mantra, rima, serta penyusunan bait dan larik; bebas,
puisi yang terikat oleh rima dan metrum, dan
tidak terikat oleh jumlah baris di setiap bait, atau jumlah suku kata di setiap
baris; penyusunan bait dan larik biasanya dipakai oleh puisi-puisi lama seperti
pantun,gurindam, syair, mantra, bidal, yang belum dipengeruhi oleh puisi barat.”
Kata puisi atau verse berasal
dari bahasa Latin, yaitu versus, verso,
versare yang dalam bahasa Inggris artinya to turn. Verse ini
mengacu pada aturan baris secara sengaja, itulah yang memebedakan puisi dan
prosa. Dalam bahasa Yunani, puisi berarti poesis yang berarti penciptaan, dan
dalam bahasa Inggris disebut poet,
dan syair atau sajaknya disebut poem.
(Kinayati, 2005: 10)
Dalam hal penafsiran
puisi pun, tiap penafsiran berbeda dalam menafsirakan makna puisi. Pembaca akan
diingatkan bahwa tafsiran atas sebuah puisi hanyalah salah satu tafsir, karena
tiap orang akan menemukan makna yang berbeda dari makna yang ditafsirkan
peafsiran lain, akhirnya kita akan kembali bertanya, mengapa berbeda? Karena
tafsir itu, makna itu, dan nilai-nilai yang terdapat pada sebuah puisi adalah
sesuatu yang justru muncul dari “ruang kosong” tadi. Istilahnya transeden,
sesuatu yang berbeda di luar pengalaman dan pengetahuan budaya manusia. Sesuatu
yang menebus pengalaman bersama itu, yang oleh Soni disebut pengalaman
kolektif. (Soni Farid Maulana, Selintas Pintas Puisi Indonesia I: 2004)
Adakalanya kita sebagai
penikmat karya sastra, memisahkan antara bahasa dan puisi, padahal keduanya
tetaplah satu kesatuan. Salah satu tugas bahasa adalah komunikasi, begitu pula
dengan puisi yang pada dasarnya ingin menyampaikan sesuatu. Menurut Subagio Sastrowardoyo,
“Prakata”, dalam kumpulan esainya, yaitu Sosok Pribadi Dalam Sajak.
(Jakarta: Pustaka Jaya, 2000), mengatakan bahwa Penyair bersuara dalam sajak.
Ia ingin membayangkan dirinya di dalam katanya-katanya. Ia tidak puas sebelum
dirinya terucapkan sepenuhnya di dalam sajak.
Melihat apa yang
dikemukakan dan dituturkan oleh para ahli di atas, sangat patutlah jika seorang
penyair atau seseorang yang ingin membuat puisi, haruslah orang yang banyak
belajar dan menambah kosa kata dari bahasa itu sendiri, karena puisi tidak
pernah lepasa dari bahasa dan kata yang sudah ada di dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia.
Unsur-unsur
Puisi
Terdapat dua macam
untuk memahami makna puisi yaitu dengan unsur ekstrinsik atau stuktur fisik, yang
saling berkaitan; keduanaya tersusun sedemikian rupa hingga diharapkan dapat
timbul suatu gejala suasana yang bisa membuat pembaca masuk ke dalam apa yang
dialami penyair. (Soni Farid Maulana: 4)
Kedua unsur puisi
tersebut yang terdiri dari unsur fisik dan unsur batin itu sama sekali tidak
bisa berdiri, tetapi merupakan satu kesatuan, dan satu dengan unsur lainnya
saling harus melengkapi. Berikut ini akan di jelaskan kedua stuktur puisi
secara umum.
- Struktur Ekstrinsik/ Unsur Fisik atau Luar
1) Diksi
Terkadang kata-kata
yang dihasilkan oleh penyair memrlukan proses yang panjang. Adakalanya seorang
penyair memerlukan kecermatan dan sistematis dalam memilih kata-kata yang akan
digunakan untuk puisinya, agar puisi tersebut bisa menggambarkan suasana yang
diinginkan sang penyair.
Dikatakan bahwa bahasa
itu dahulu menghasilkan manrta-mantra sihir, dan kata-kata dalam puisi seperti
diselubungi mantra dan daya sihir, dalam arti mengandung kekuatan-kekuatan
transeden. Meskipun hanya kata-kata yang bersifat “kolektif”, namun di tangan
penyair, kata-kata biasa dan umum itu tiba-tiba memiliki daya sihirnya sendiri.
(Soni Farid Maulana, 2004: VI)
Menurut Aminuddin
(2009: 140), berdasarkan bentuk dan isinya, kata-kata di dalam puisi dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) lambang; yakni, kosa kata yang mengandung
makna seperti makna dalam kamus atau makna lesikal, sehingga acuan maknanya
tidak menunjuk pada berbagai macam arti lain atau bermakana denotif, (2)
ulterance atau indence, kata-kata yang kandungan maknanya sudah sesuai konteks
pemakaian seperti pada kata “angkuh” pada baris puisi Sapardi Djoko Damono,”...
alangkah angkuhnya “langit” yang maknanya berbeda dengan kalimat “orang itu
mempunyai pribadi yang angkuh”, dan (3) symbol, sebuah makna ganda (konotatif),
sehingga untuk memahaminya perlu penafsiran dengan melihat hubungan makna kata
tersebut dengan makna lainnya.
2)
Pencitraan/ pengimajian
Pencitraan atau
pengimajian dalam puisi mampu menimbulkan suasana khusus dan menghidupkan
gambaran dalam pikiran pembaca. Citraan atau pengimajian adalah gamabar-gamabar
dalam pikiran dan bahasa yang menggambarkan. (Soni Farid Maulana: 4). Gambaran
pikiran adalah sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai, yang
dihasilakan oleh pengangkapan kita terhadap sebuah objek.
Pradopo mengatakan
bahwa citraan adalah gambar dalam pikiran yang dituangkan ke dalama bahasa,
gambar inilah yang nantinya akan memunculkan efek yang sangat menyurapai
gambaran yang dihasilkan oleh penangkpan kita terhadap objek. (2009: 80). Tentunya,
daya bayang ini tergantung kepada
kemampuan masing-masing pembaca karya satra khususnya puisi.
3)
Kata Konkret (the concentrate word)
Kata konkret diperlukan
untuk membangkitkan daya bayang (imaji) pembaca. Kata konkret dapat menyaran
kepada arti keseluruhan puisi. kata-kata yang diperkonkret ini pun erat
hubungannya dengan penggunaan, serta kata konkret jugalah yang bisa menimbulkan
citraan yang membuat pembaca dapat melihat, mendengar, merasakan apa yang
dilukiskan oleh penyair. (Waluyo, 1987: 81)
Kata konkret sangat
bergantung kepada penyairnya, terkadang penyair menggunakan kata-kata yang
lazim digunakan dalam percakapan sehari-hari. Akan tetapi, ada juga yang
menggunakan kata-kata yang indah atau memasukan istilah-istilah. Misalnya
kata-kata yang terdapat pada buku kumpulan puisi “ Hujan Bulan Juni” yang
secara arti kamus sama, yaitu hujan, ruangan, bumi, teliti, tiada, dingin.
Namun sebuah puisi
justru akan memiliki nilai “abadi” jika menggunakan bahasa/ kata sehari-hari
yang sudah umum digunakan, maka sangatlah wajar jika W.S Rendra menganjurkan
agar penyair selalu melihat arti kamus dan mengambil diksi untuk melengkapi
diksi-diksi puisi dari kamus.
4)
Majas
Dalam KBBI, majas
adalah cara yang khas dalam menyatakan sesuatu dengan bahasa. Majas mampu
menghimbau pembaca dengan indranya karena sering lebih konkret daripada
ungkapan harfiah. Selain itu, majas pun lebih ringkas daripada pandangannya
yang terungkap dalam kata biasa.
Tujuan majas atau gaya
bahasa pada sebuah puisi antar lain adalah:
-
Untuk
menghasilkan kesenangan yang sifatnya imajinatif.
-
Untuk
menghasilkan makna tambahan
-
Untuk
menambahkan intensitas dan menambahkan konkret sikap dan perasaan penyair, dan
-
Agar makna yang
diungkapkan akan lebih padat.
Dengan adanya majas,
disinilah pembaca menemukan keasyikan pada saat membaca puisi, karena selain
membaca, si pembaca harus menafsirkan kiasan atau lambang yang dibuat oleh
penyair dalam puisinya. Beberapa jenis majas, seperti: metafora, metonamia, anapora, oksimoron
5)
Bunyi atau Rima
dan Ritma
Rima atau seringkali
disebut vertifikasi adalah
pengulangan bunyi dalam puisi yang membentuk musikalitas atau orkestrasi.
Bentuk pengulangan dalam majas aliterasi dan repetisi dapat menghasilkan rima
puisi. Dengan adanya rima akan memperindah puisi, dan rima pun akan menjadi
daya dukung persaan dan suasana puisi. Puisi-puisi yang termasuk karya sastra
lama sangat terikat oleh rima akhir dan jumlah kata dalam tiap larik, misalnya
pada pantun, syair, dan gurindam
- Struktur Intrinsik/Unsur Batin
1.
tema (sense)
Tema sering diartikan
sebagai ide dasar suatu puisi atau semua bentuk karya tulis. Tema menjadi inti
dari keseluruhan makna dalam suatu puisi. tema adalah sebuah pemekiran seorang
penyair untuk memeberi dorongan yang kuat untuk menghasilkan karya puisi,
sesuai tema tersebut. Misalnya, ketika muncul ide atau gagasan berupa hubungan
antara penyair dan tuhan, maka puisi akan bertema ketuhanan. Waluyo (1987: 107)
memaparkan macam-macam tema yang disesuaikan dengan Pancasila, antara lain: Ketuhanan,
kemnusiaan, patriotisme, kedaulatan rakyat, dan keadilan sosial.
2. Perasaan (feeling)
Puisi adalah
penguangkan seorang penyair. Puisi dapat mengungkapkan perasaan gembira, rindu,
penasaran, benci, cinca, dendam, dan lain sebagainya. Artinya, penyair akan
total dalam mengungkapkan perasaannya. Karena itulah seorang penyair akan
mengarahkan segenap kekuasaan bahasa untuk memperkuat ekspresi
perasaannya.(Waluyo, 1987: 121)
Perasaan penyair adalah
sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkan. Suasana yang diciptakan
penyair ini dapat mendukung terciptanya perasaan yang dapat dipahami pembaca.
Misalnya, pada tema ketuhanan, persasan yang muncul adalah persaan religius dan
khidmat. Jika tema puisi yang ditamplkan adalah mengenai perjuangan atau
patriotisme, maka perasaan yang akan muncul adalah semangat bergelora.
3. Nada (Tone)
Nada adalah sikap
penyair terhadap pembaca sejalan dengan pokok pikiran atau ide yang
ditampilkan. Nada ini dapat diketahui saat puisi itu dibacakan oleh si penyair
dan dengan mengajukan pertanyaan “bargaimana sikap penyair terhadap pembaca?”
apakah penyair merasa sedih, kesal, marah, jengkel, bergejolak, atau gembira?
Nada atau tone inilah yang dapat membantu kita dalam memahami puisi.
Nada juga sangat erat
kaitannya dengan suasana. Nada duka yang dimunculakan penyair dalam puisinya
dapata menimbulkan suasan iba di hati pembaca. Pembca bisa menangkap suatu
sikap yang ingin disampaikan oleh penyair lewat nada, apakah dalam puisi itu si
penyair ingin menasehasehati, mengejek, menyindir, atau hanya bercerita kepada
para pembacanya, sikap itulah yang disebut nada pusi. (Tarigan, 1984: 18)
4. Amanat (attention)
Amanat adalah maksud,
pesan, atau tujuan yang hendak disampaikan penyair. Amanat ini biasanya
terisrat dibalik kata-kata yang disusun dibalik tema yang diungkapkan. Amanat
yang disampaikan penyair mungkin secara sadar berada dalam pikirannya, akan
tetapi lebih banyak menyampaikan amanat tersebut tidak disadari penyair.
Amanat merupakan hal
yang mendorong penyair untuk mencipta karya puisinya, dan menyampaikan
amanat yang tersirat lewat kata-kata
yang harus diungkapkan oleh pembaca. (Waluyo, 1987:121) Disinilah
peljaran-pelajaran tentang hidup yang disampaikan penyair dan dari sinilah kita
bisa mengambil sifat-sifat didaktik atau mengambil pembelajaran untuk kmudian
direnungkan.
Didaktik dalam Karya Sastra
Di dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia didaktik adalah sebuah ilmu mengajar dan belajar secara
efektif; ilmu mendidik, dan ahli mendidik sendiri disebut sebagai didaktikus, sementara itu cerita-cerita
yang entah itu fable, novel, dan puisi yang sifatnya mendidik disebut didaktis.
Didaktik dapat diartikan
sebagai ilmu yang menguraian tentang kegiatan menimbulkan proses belajar. Didaktik
mengandung dua macam kegiatan, yakni kegiatan mengajar dan kegiatan belajar. Antara
murid dan guru aktif, sehingga terwujud kegiatan mengajar dan kegiatan belajar
bersama-sama. Agar proses belajar mengajar dimaksud membuahkan hasil yang
diharapkan, baik murid maupun guru perlu memiliki sikap, kemampuan dan
keterampilan yang mendukung proses belajar mengajar itu.
Dalam arti luas,
didaktik adalah ilmu pengajaran. Di dalam sastra khusuusnya puisi yang dikarang
seorang penyair sarat dengan unsur didaktik atau pengajaran hidup itu sendiri.
Banyak sekali nilai-nilai yang bisa kita ambil dari puisi.
Kajian Ibnu yang
diikuti oleh Okke KS Zaima, SunuWasono, dan Maman S. Mahayana, memperkenalkan
berbagai aspek puisi khususnya puisi-puisi Sapardi secara mendasar (Membaca Sapardi : xii), dan menurutnya
membaca sastra, tidak pelak, adalah membaca batas-batas pemahaman kita, dan
mereflesikan pemahaman dan merefleksikan pergumulan kita dengan
persoalan-persoalan konseptual, ideologis, maupun konstektual yang kita hadapi.
Didaktik pada puisi
biasanya mengandung nialai-nilai kependidikan yang eksplisit atau jelas
tergambar dari unsur fisik dan batin puisi tersebut, khususnya jika dilihat
dari unsur batib puisi. puisi pada dasarnya mampu menggambarkan problema
manusia yan g bersifat universal. Kita akan menemukan permasalahan seperti
masalah (1) kehidupan, (2) kemanusiaan, (3) kematian, (4) ketuhanan.
Pengajaran nampak
menjadi bagaian yang tidak terpisahkan dari kepenyairan Sapardi yang mengorek
habis diksi bahasa (Sunu Wasono: Membaca Sapardi – Okt 2010)
“Pendekatan
didaktis adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami gagasan, ataupun
tanggapan sikap seorang pengarang terhadap kehidupan. Dan pandangan itu mampu
terwujud suatu pandangan etis, filosofis, maupun agamais sehingga akan
mengandung nilai-nilai yang memperkaya jiwa pembacanya.” (2009: 47)
METODE
Metode Deskriptif Analitik
yang digunakan penulis, secara etimilogi berarti menguraikan. Meskipun demikian,
analisis yang berasar dari bahasa Yunani, yaitu analyein (ana; atas, iyein;
lepas atau urai) yang berarti menguraikan untuk memahami suatu karya sastra
dengan metodologi ini (S.U: hlm 53).
Menguraikan karya
sastra dan menguraikan secara mendalam tentang isi serta didaktik atau
pembelajaran yang ingin disampaikan sipenyair kepada masyarakat lewat karya
satra, khususnya dapat diketahui oleh siswa siswi yang bersinggungan dengan
bahasa dan sastra indonesia. Dalam karya sastra, misalnya dilakukan untuk
meneliti gaya tulisan seorang pengarang dan analisis berlanjut terhadap kata, kalimat,
waktu penulisan, di mana di tulis, dan
sebagainya, sehingga dapat diketahui isi
pesan secara tepat.
Pendekatan yang
dilakukan dalam memahami karya satra bisa disamakan dengan metode, atau sering
di definisikan sebagai cara-cara menghampiri objek untuk mengumpulkan,
menganalisis, dan menyajikan data. Tujuannya adalah pengakuan terhadap hakikat
ilmiah ojek ilmu pengetahuan itu sendiri.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
1. Pembahasan dan sejarah buku kumpulan puisi hujan
bulan juni
Munculnya Sapardi Djiko Damono sebagai sastrawan mengubah
pandangan yang ada sebelumnya. Puisi yang dibuatnya benr-benar baru dan
original, yang pada saat itu kebanyakan puisi masih bertemakan perjuangan dan
idiologi yang berkembang ditengah-tengah masyarakat, namun puisi Sapardi Djoko
Damono berbeda secara bentuk maupun tema yang diusungnya, hingga akhirnya
keorisinilan puisi karya Supardi Djoko Damono mempengaruhi sastrawan-sastrawan
muda yang datang sesudahnya.
Puisi-puisi dalam buku
kumpulan puisi “Hujan Bulan Juni” karya Sapardi Djoko Damono atau sering kali
di singkat SDD memuat 96 sajak yang beliau pilih dari ratusan sajak-sajaknya
selama hampir 30 tahun, selama priode 1964 sampai dengan 1994. Dari kumpulan
sajaknya yang terhimpun di buku kumpuln puisinya ini, sajak dengan judul “Hujan
Bulan Juni” di pilih sebagai judul untuk keseluruhan buku kumpulan puisinya
tersebut.
Puisi-puisi Sapardi
DjokoDamono termasuk kedalam puisi lirik karena kebanyakan puisi nya deskriptip
serta penggambaran suasana yang di alami oleh si penyair sendiri. Akan tetapi
bukan berati puisi puisinya tidak mempunyai unsur didaktip atau nilai
pembelajaran , tetap saja unsur didaktip pada puisi Sapardi Djoko Damono di
dalam buku kumpula puisi “Hujan Bulan
Juni” terlihat meski tidak seeksplisit puisi didaktip pada umum nya. Unsur
didaktip pada puisi Sapardi Djoko Damono ada pada kosakata, serta kalimat yang
menutupi makna dan pembelajan dari puisi-puisinya.
- Unsur Didaktik Puisi “Saat Sebelum Berangkat”
Saat
Sebelum Berangkat
mengapa kita
masih juga bercakap
hari hampir
gelap
menyekap beribu
kata di antara karangan bunga
di ruang semakin
maya, dunia purnama
sampai tak ada
yang sempat bertanya
mengapa musim
tiba-tiba reda
kita di mana.
Waktu seorang bertahan di sini
di luar para
pengiring jenazah menanti
(Sapardi
Djoko Damono, Hujan Bulan Juni, 1994, hlm.6)
a.
Unsur
Lahir
1)
Diksi/Kata
Pilihan kata yang dipakai pada puisi di atas masih
bisa ditemukan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Terdapat beberapa kata
konkret yang dipakai penyair pada puisi Saat
Sebelum Berangkat, yaitu kata “bercakap” yang ada pada bait pertama, yaitu:
mengapa kita masih juga bercakap. Di
dalam KBBI “bercakap” berarti ”berbicara”, “berkata”, “berbahasa” (KBBI,
h.146). Penyair memilih kata “bercakap”untuk menggambarkan suasana orang-orang
yang sedang riuh berbicara.
Kata konkret berikutnya adalah “menyekap” yang
terdapat pada bait kesatu larik kedua, yaitu: menyekap beribu kata di antara
karangan bunga. Kata “menyekap” di dalam morfem berarti “sekap” yang
artinya “menutup mulut”. Kata “menyekap” dipilih penyair untuk menumbuhkan
suasana muram pada sajaknya.
Kata konkret lainnya adalah “maya” yang masih
terdpat pada bait pertama larik keempat, yaitu: di ruang semakin maya, dunia
purnama. Kata “maya”diartikan sebagai khayalan atau diartikan dengan “hanya
tampaknya saja ada, tetapi nyatanya tidak ada; hanya di dalam angan-angan;
khayalan;” (Kamus Bahasa Indonesia: 568). Jadi kata maya bersifat abstrak dan
tidak jelas.
2)
Rima/Ritma
Penulis menemukan rima
pada persamaan bunyi akhir kata: a-a; dan b-b, yaitu pada bait
pertama larik pertama yang diakhiri oleh kata “bercakap” dan larik kedua yang diakhiri oleh kata ”gelap”. Kemudian
pada larik ketiga yang diakhir oleh kata “bunga” dan larik keempat yang diakhir
oleh kata “purnama”.
Pada bait kedua,
pengulanran rima kahir terlihat pada larik kelima yang diakhiri oleh kata
“bertanya”, dan larik keenam yang diakhiri oleh kata “reda”. Kemudian pada
larik ketujuh, yaitu kata “di sini” mengakhiri larik ketujuh. Sementara larik
terakhir diakhiri oleh kata “menanti”.
Rima
pada sajak Saat Sebelum Berangkat terlihat sangat teratur.
Keteraturannya nampak pada bunyi a di bait pertama, yaitu: ... beribu
kata di antara karangan bunga; diluar semakin maya, dunia purnama. Pengulangan
bunyi a juga terdapat pada bait kedua larik pertama sampai larik ketiga,
yaitu: sampai tak ada yang sempat bertanya; mengapa musim tiba-tiba reda;
kita di mana ... .
3)
Majas
Majas yang terdapat
pada puisi Saat Sebelum Berangkat tidak sulit ditafsirkan. Pembaca dapat
dengan mudah mengartikan apa yang ingin disampaikan si penyair dalam sajaknya.
Sehingga pembaca akan mampu menggambarkan apa yang ada pada puisinya, yaitu
suasana seremoni atau upacara kematian seseorang.
b.
Unsur
Batin
Tema yang diangkat si
penyair dalam puisi Saat Sebelum Berangkat bertemakan kematian. Setiap
baitnya mencoba mengingatkan kita tentang kematian atau maut yang seringkali
manusia lupa. Manusia melupakan kematian karena terlena oleh hal-hal duniawi.
Waktu yang membuat
manusia lupa atau terlena itu dilambangkan dengan kalimat pada bait pertama
larik pertama, yaitu: mengapa kita masih juga bercakap, dan kalimat ...
waktu seorang bertahan di sini. Kedua kalimat pada larik tersebut diartikan
“sementara” atau “hanya sebentar”.
c.
Pembelajaran
Pada Puisi “Saat Sebelum Berangkat”
Pembelajaran atau
didaktik yang bisa peneliti ambil dari hasil analisa puisi Saat Sebelum
Berangkat diantaranya:
1) Ungkapan
ekspresi si penyair yang sadar akan ketidakabadian dirinya sebagai manusia
hingga ia terus merenung dan meyakini bahwa maut adalah pembebas jiwanya yang
akan datang, cepat atau lambat.
2) Penyair
ingin mengingatkan kita sebagai pembaca adan sebagai manusia tentang maut yang
bisa datang kapan saja, bahkan ketika kita sedang bersenda gurau.
3) Penyair
juga mengungkapkan bahwa kematian atau maut tidak bisa dipisahkan dari manusia
atau makhluk hidup yang sudah menjalani kehidupan, karena kematian adalah
konsekuensi dari setiap kehidupan.
4) Puisi
Saat Sebelum Berangkat dapat dianalisis oleh siapa saja, pengajar atau
pelajar, karena sajak tersebut mengajak kita mengingat kematian sekaligus
mengingat Tuhan.
5) Puisi
Saat Sebelum Berangkat itu dapat menjadi pelajaran untuk meningkatkan
ketakwaan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa.
SIMPULAN
Berdasarkan analisa puisi
Saat Sebelum Berangkat, penulis berkesimpulan sebagai berikut:
a. Puisi
Sapardi Djoko Damono, meski termasuk puisi kontemporer dan unsur didaktiknya
tidak jelas terlihat (implisit, namun sangat mungkin di dalam sajaknya penyair
ingin menyampaikan sesuatu yang bisa diambil maknanya sebagai pembelajaran bari
para pembaca dan siswa pada khususnya.
b. Unsur
didaktis yang ada pada puisi Sapardi, diantaranya pada puisi Saat Sebelum
Berangkat, mengajak pembaca untuk tabah, bijaksana, arif, dan selalu
mengingat Sang Pencipta kehidupan.
c. Diksi
yang digunakan dalam puisinya bisa ditemukan pengertiannya di dalam kamus yang
dapat mempermudah siswa dalam mengapresiasi, memaknai, dan mempelajari
unsur-unsur didaktik dalam puisi.
d. Penyair
ingin menyampaikan kepada pembaca bahwa dengan kata-kata sederhana sudah bisa
membuat puisi yang dapat dimengerti oleh orang banyak untuk menggali makna
kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Djoko Damono, Sapardi. 1994. Hujan
Bulan Juni. Jakarta: PT Grasindo.
Khuta Ratna, Nyoman. 2011. Teori, Metode, dan
Teknik Penelitian Sastra (Dari Strukturalisme Hingga Postrukturalisme). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Maulana, Soni Farid. 2004. Selintas Pintas Puisi
Indonesia. Bandung: Grafindo Media Pratama.
Sastrowardoyo, Subagio. 2000. Sosok
Pribadi Dalam Sajak. Jakarta: Balai Pustaka.
Teuw, A. 1980. Tergantung Pada Kata. Jakarta:
Pustaka Jaya.
Komentar
Posting Komentar