REVIEW BUKU
Ridwan Taufiq
Judul
Buku : AYAH
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : PT Mizan
Cetakan : Kedua, Mei 2015
Jumlah
halaman : 412
+ xx halaman
Jenis : Fiksi
Daya
Tarik
Andrea Hirata. Nama penulis novel ini terpampang
besar di covernya. Sudah barang tentu, melihat namanya, semua penggemar
tertarik untuk segera memiliki dan membacanya. Terbukti dengan langsung
habisnya novel ini, ketika saya pesan, pada cetakan pertama di bulan Mei. Dan
ini, adalah cetakan kedua di bulan yang sama setelah menunggu pesanan satu
minggu. Awalnya, pasti bertanya, ada apa
dengan AYAH! yang akan diceritakan
dalam novel penulis Laskar Pelangi & Sang Pemimpi ini. Pasti, novel
berjudul sederhana – yang segera naik ke layar lebar – ini menyimpan kisah
menarik di tangan Andrea Hirata, semenarik dua novel sebelumnya itu.
Ringkasan
Isi Novel
Novel ini menyuguhkan 67 episode – mozaik dalam istilah
Andrea. Pada setiap mozaik, Andrea menempatkan seting dan plot/alur yang
berlawanan. Jika menikmatinya satu kali, maka wajah pembaca akan sedikit kerung – mengerutkan dahi. Dengan senyuman agak tengik di wajah
karena suguhan lucu dengan bahasa yang menggelitik dan menghibur, pembaca akan
mendapatkan perasaan haru, sedih, dan kaget jika ceritanya diendapkan dan dibuka kembali kedua kalinya.
Purnama
kedua belas, suguhan
indah di awal cerita dan sekaligus ditempatkan juga di akhir cerita, menjadikan
novel ini unik. Tokoh Sabari memulai
awal ceritanya. Dia sebagai tokoh ayah, hidup di sebuah desa bernama Belantik,
yang sedang merana, sedih, kesepian karena ditinggalkan kedua cintanya, Marlena
istrinya dan zorro anaknya – yang ternyata dia bernama Amiru yang menjadi sudut
panda Andrea dalam menyuguhkan cerita ini. Awalnya, pembaca akan menganggap
Zorro itu berbeda dengan Amiru. Padahal ia adalah tokoh yang sama. Pada
beberapa episode berikutnya dengan alur cerita mundur ke belakang yang menjadi
awal penyebab penderitaan Sabari. Di bawah Purnama Kedua Belas yang terang
benderang, kini Sabari hanya ditemani seekor kucing dan sebilah pensil yang
digenggam erat. Walau di luar sana dua sahabatnya, Ukun dan Tamat, yang
senantiasa setia menemani kesendiriannya.
Dalam cerita berikutnya, akan
dikisahkan awal pertemuan Sabari dengan kekasihnya, Marlena. Cintanya yang
tidak bisa tergantikan, walau bertepuk sebelah tangan, dan tetap menjadi momen
indah dalam usaha mendapatkan cintanya sampai ke pelaminan dan menghasilkan
buah hati yang menjadi dambaan cintanya yang kedua, yaitu Zorro. Walau pada
akhirnya mereka berpisah, namun zorro menjadi bambaan cintanya yang tidak bisa
dipisahkan. Setelah terpisah dari anaknya, karena tuntutan asuh bagi istrinya,
dari sanalah penderitaan Sabari di mulai. Dalam cerita berikutnya, zorro
tinggal bersama Marlena dan Amirza ayah
tirinya, setelah dengan dua ayah tiri lainnya yang pernah menikah dengan
Marelana; Manikam dan Jon Pijareli.
Akhir cerita – Purnama Kedua Belas,
Ukun dan Tamat, setelah berhari-hari mencari anak dan istri Sabari, berhasil
mendatangkannya ke hadapannya. Setelah Istrinya mengizinkan Zorro untuk tinggal
bersama Sabari, kebahagian mulai menyelimuti hari-harinya bersama anaknya walau
tanpa Marlena. Marlena tetap menjadi
dambaan kerinduannya hingga sulit bernafas. Hanya pensil yang ada dalam
genggamannya saat tidur. Karena hanya dengan Marlena, dia pernah menikah untuk
yang pertama kali dan terakhir. Selama pernikahannya, hanya empat kali berjumpa marlena, tetapi tetap mencintainya
hingga akhir hayatnya di pertengahan 2013. Di pusaran makanya tertulis puisi Biarkan aku mati dalam keharuman cintamu.
Setelah kematian Markoni, ayah Marlena, Amiru terhenyak di akhir hidup ibunya
karena sudah sakit-sakitan, yang meninggal akhir tahun 2014, memintanya untuk dimakamkan
di dekat Sabari dan menuliskan di pusara makam di bawah namanya, sebuah tulisan
yang pernah didengar ayahnya memanggil ibunya, Purnama Kedua Belas.
Kelebihan
dan Kekurangan
Jelas, saya tidak melihat kekurangan
dalam novel ini. Kesalahan tulis atau cetak dalam kata atau kalimat, tidak
ditemukan. Hanya saja, kemungkinan, kesesuaian judul AYAH dengan tema yang bisa
ditangkap dari seseluruhan cerita memerlukan penafsiran dan penjelasan yang
seksama. Cinta luar biasa tokoh Sabari terhadap Marlena, seakan mewarnai
keseluruhan cerita. Namun sudut pandang lain, barangkali, kecintaan yang tak kalah
luar biasa juga dari tokoh Sabari sebagai seorang Ayah atas Amiru pun
melengkapi cerita di dalamnya. Karena tokoh-tokoh ayah, seperti Insyafi bagi
Sabari sendiri, Markoni bagi Marlena, Manikam
dan Jon Pijareli – sekalipun tiri – bagi Amiru, mewarnai setiap episodenya dari
sudut pandang dan setting serta plot yang berlainan.
Kelebihannya, novel ini dibumbui
dengan puisi-puisi yang indah. Kebiasaan menulis surat dari setiap tokoh – Insyafi
sebagai pensiunan Guru Bahasa Indonesia, Sabari, Marlena dengan Zuraida sahabat
penanya, dan Amiru, terutama – sangat diperlihatkan. Beberapa puisi yang
menarik adalah Merayu Awan ...
Wahai awan
Kalau
bersedih
Jangan menangis
Janganlah
turunkan hujan
Karena aku mau
pulang
Untukmu awan
Kan kuterbangkan
layang layang ...
Puisi
yang menarik, saat Sabari membuat surat pengunduran dirinya dari pekerjaannya
sebagai karyawan pabrik es ...
Meski tak sekolah
Tapi kambing bangun pagi
Sapi bangun lebih pagi lagi
Dengan penuh kerendahan hati
Aku Sabari bin Insyafi
Menulis surat ini untuk mohon diri
Dan, tentu saja, puisi saat Sabari merindukan Marlena ...
Rindu yang kutitipkan melalui kawan
Rindu yang kutinggalkan di bangku taman
Rindu yang ku terbangkan ke awan-awan
Rindu yang kutambatkan di pelabuhan
Rindu yang kuletakkan di atas nampan
Rindu yang kuratapi dengan tangisan
Rindu yang kulirikkan dalam nyanyian
Rindu yang kusembunyikan dalam lukisan
Rindu yang kusiratkan dalam tulisan
Sudahkah kau temukan?
Terakhir, yang akan membuat saya terpana adalah puisi
tentang kisah keluarga langit ...
Tahukah dirimu,
Kawan? Langit adalah sebuah keluarga. Anaknya ada dua, Angin dan Awan. Ayahnya
adalah Matahari, Ibunya Bulan.
Angin senang berkeliaran sesukanya,
memelesat ke selatan menggoda ilalang, berputar di atas ombak, terlambung tinggi
ke angkasa, lalu berpencar ke delapan penjuru. Jika sore, ayahnya, Matahari,
memanggilnya dan kita mendapat senja yang indah. Jika malam, Angin tak
berhembus karena Bulan memeluk anak bungsunya.
Awan adalah anak perempuan yang suka
bersedih. Oleh karena itu, manusia bisa mengajak Awan bercakap-cakap. Jika Awan
gelap dan manusia tidak menginginkan hujan, Awan bisa dibujuk. Berhentilah
sejenak di mana pun kau berada, tataplah Awan dan berbicaralah denganya agar
dia menunggu sebentar saja sampai engkau sampai di rumah.
Akan tetapi, kau hanya bisa membujuk
Awan dengan puisi dan puisi itu harus kau nyanyikan. Seperti ini nyanyiannya
...
Wahai Awan
Aku ingin sekolah, janganlah dulu kau turunkan hujan
Ajaklah Angin, untuk menerbangkanmu ke selatan
Wahai awan
Janganlah dulu kau turunkan hujan
Wahai awan, kuterbangkan layang-layang untukmu.
makasih mas bermanfaat sekali
BalasHapus