Resensi Buku



 RESENSI BUKU :  
Ridwan Taufiq


Judul             : Pak Guru
Penulis          : Awang Surya
Penerbit        : Ersa
Edisi             : Januari 2014, cetakan I
Tebal            : 328 halaman
Jenis             : Fiksi

B
uku ini judulnya sederhana dan singkat, Pak Guru. Kesederhanaannya seakan menyimpan mutiara yang amat berharga. Akan menjadi teladan bagi para guru, dengan menelusuri perjalanan kisah tokoh guru, bernama MUSA.
Novel ini menceritakan sosok guru yang ideal. Idealitas yang dimaksud, bukanlah sebuah tingkatan kualitas sempurna sebagai seorang guru super yang tidak memiliki kekurangnan. Cerita ini, justru, menggambarkan sosok guru sebagai manuisa biasa yang tidak lepas dari sifatnya sebagai makhluk tempat lupa dan salah.
          Empat puluh delapan episode ceritanya, disuguhkan dengan bahasa sederhana. Kesederhanaannya membawa pembaca tertarik mengikuti alur cerita. Kesederhanaannya pun dilekatkan pada watak dan karakter tokohnya.
          Awal kisah, MUSA adalah keturunan ulama. Namun ia mengambil jalur pendidikan, berbeda dengan kakaknya, Haji Husin, sebagai pelanjut dakwah orang tuanya. Adiknya, Mahmud, mengambil jalur umum dan bekerja di departemen pertanian, Bojonegoro. Sepeninggal kakaknya, MUSA seakan menerima wasiat. Wasiatnya, bahwa dakwah tidak harus dengan ceramah dan khutbah di mimbar. Dakwah dapat melalui jalur pendidikan.  Maka inilah idealisme dan jalan hidup MUSA, apalagi saat ia diberi tugas besar menjadi Kepala Sekolah.
          Perjalanan saat menjadi kepala sekolah, adalah saat MUSA mulai menghadapi berbagai masalah. Dari mulai teror ban sepeda, tuduhan atas murid-muridnya mencuri pisang, pisah dengan istrinya, dirundung masa indah dengan kawan wanita lama yang kembali datang, sampai teror sepedah dirusak dan lemparan batu diatas genteng di tengah malam. Itu semua yang membuat novel ini kaya akan koflik. Akhir cerita, setelah melalui lika-liku perjalanan yang hampir saja melepaskan tanggungjawab dan pergi pindah ke Bojonegoro, MUSA mendapatkan kebahagiaan dengan diterimanya ALFAN, anaknya, masuk sekolah negeri. Kebahagiaannya bertambah saat istrinya kembali, berkumpul lagi dengan ketiga anak lainnya; Wahyu, Nur, dan Tina. Tambah bersyukur lagi, MUSA dapat membeli Motor baru hasil penjualan kambing ternaknya, tanpa harus pinjam ke Koperasi Pegawai Negeri (KPN). Tentang motor, menjadi sekelumit episod menarik melalui beberapa tokoh lain dalam novel ini.




RESENSI
Oleh : Ridwan Taufiq

 
Judul                     : Haji Backpacker
Penulis                 : Aguk Irawan MN
Penerbit              : Mbook, PT Maleo Creative
Cetakan               : Pertama, Juli 2014
Tebal                    : 309 + x halaman
Jenis                      : Fiksi Inspiratif

Buku, sebanyak 38 episode ini, membawa kita berjalan-jalan mengembara ke 8 negara (thailand-Vietnam-China-India-Tibet-Neval-Iran-Saudi Arabia). Pengembaraannya berawal dari pemberontakan batin MADA, tokoh utama cerita ini, atas kegagalan pernikahannya dengan SOFIA. Kegagalan yang sempat menjadi tanda keraguan sang ayah, yang seperti menyimpan rahasia sampai agak lama, dalam memberi restu. Restu sang ayah diberikannya sebagai obat atas kehilangan cinta sang Ibu untuk MADA.

Penolakan SOFIA agak pelik bahkan samar. Cinta seperti apa yang diinginkan SOFIA! Ungkapan SOFIA  dalam kalimat Cinta atas nama Tuhan dan Cinta Illahi’ yang sebenarnya, agak Teologi-dialektis. Tapi, membuat penasaran. Mungkin agak tasawuf juga.
Dalam pengembaraannya, ternyata MADA mendapatkan cinta MARBEL, seorang pekerja seksual ketika MADA dalam titian,  di Thailand. Namun ia tidak pernah lepas, bahkan seakan terus memenjara diri, dari kandasnya cinta masa lalu dengan SOFIA. Kemudian di Cina, ia disuguhi sebuah perhatian cinta oleh SUCHUN. Cinta SUCHUN,  gambaran cinta dan kerinduannya kepada sang ibu yang telah pergi, dianggap MADA sebagai kebaikan rasa ‘kasihan’ terhadapnya. Dengan perjalanan dari kedua cintanya, tentu MADA mendapat pelajaran dan renungan tentang arti cinta yang datang dari arah yang berbeda itu.
Kenapa MADA sampai berkelana terbawa dengan pelariannya atas masa lalu ke 8 negeri? Atau sebuah pemberontakan terhadap Tuhan sehingga terjerumus ke dunia hitam, glamor, dan perkelahian! Sebuah dunia yang seratus persen terbalik dengan sosok MADA saat menjadi Santri di lingkungan pesantrennya.    

Cinta sucinya, ternyata, ditemukan di rumah Sang Pemilik Cinta. Cinta Illahi Robbi, ia rasakan di Baitulloh. MADA sering diingatkan Tuhan melalui mimpi-mimpi aneh tentang Ibunya, ayahnya, kakaknya (MALA), dan SOFIA. Terutama diingatkan atas cinta ayahnya yang telah terkubur di tanah suci ketika berhaji, karena ingin berdo’a untuk dapat bertemu kembali dengan anaknya yang telah meninggalkan rumah setelah kejadian itu.  

Sungguh, sebuah perjalanan spiritual-religius mencari cinta Illahi, yang dianggapnya telah sirna, saat merasa ketidakadilanNya dalam pengharapan cintanya, SOFIA.
Seru. Lebih seru lagi, jika tidak terlebih dahulu melihat visualisasi filmnya. Karena kita akan bebas berimajinasi. Sepertinya agak mengerutkan dahi, karena alurnya maju-mundur. Penceritaannya mulai dari MADA sedang dalam interogasi, disiksa, oleh seorang tentara di IRAN. Kemudian flashback ke masa awal ia lari dari rumah setelah merasa malu dan kecewa saat akad sudah akan digelar, namun SOFIA menghilang. Kemudian maju dengan cerita perjalanannya dalam latar/seting negara Thailan, vietnam, China, India, Tibet, Neval, dan sampai di Iran, dan kisah berakhir di latar Saudi Arabia – Makkah alMukarromah.

Di akhir cerita, walau di beberapa halaman sebelumnya  terdapat kurang lebih sepuluh kata kesalahan penulisan – namun itu tidak penting, Penulis novel ini menyuguhkan banyak kalimat do’a yang menyentuh saat MADA mulai tersadar dan ketika berhaji di Baitulloh. Selain itu, pembaca akan disuguhkan oleh sajian Kitab Al-Hikam. Sebuah petikan singkat dari Ibnu Atho’illah, penulis kitab ini, yang membalikan hati MADA untuk kembali melihat Cinta Illahi. Sebuah novel Romantik-Humanis-Religius.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi

Review Buku