Analisis Sastra



ANALISIS NOVEL “AYAH” KARYA ANDREA HIRATA
( PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA )
Oleh : Ridwan Taufiq

A.     Pendahuluan
Sastra adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan tentang studi kreatif sebuah karya seni bahasa. Sebagai sebuah studi, sastra mengalami dinamika perkembangan yang terus-menerus. Dalam berkembangannya, sastra tidak hanya dikaji dari unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Selebihnya, ia dapat dikaji berdasarkan faktor-faktor yang berasal dari luar sastra itu sendiri. Faktor-faktor dari luar karya sastra itu diantaranya seperti sosiologi sastra, psikologi sastra, antropologi sastra, dan lain-lain. Itu semua, yang dikenal dengan pendekatan dalam sastra.
Menurut Suwardi (2008: 86), Sasatra merupakan hasil ungkapan jiwa seorang pengarang, yang berarti di dalamnya ternuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana fikir maupun suasana rasa (emosi). Sehingga Psikologi Sastra, diantaranya, adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologis. Artinya, psikologi turut berperan penting dalam proses analisis sebuah karya sastra sebagai ungkapan jiwa.  Pendekatannya adalah dengan mengambil sudut kejiwaan pengarang, tokoh, maupun pembacanya. Dari sudut ini, maka akan dapat dianalisis konflik batin yang terkandung dalam karya sastra.
Analisis Teori Psikologi Sastra yang selanjutnya menggunakan peran Teori Psikoanalisis kepribadian dari seorang ahli psikologi terkenal, Sigmund Freud. Melalui teori Freud sebagai dasar penganalisisan ini, maka pemecahan masalah akan gangguan kejiwaan tokoh utama akan dapat dijembatani secara bertahap.

B.     Pengertian Psikologi Sastra
Psikologi secara sempit dapat diartikan sebagai ilmu tentang jiwa. Sedangkan sastra adalah ilmu tentang karya seni dalam bentuk bahasa. Maka jika diartikan secara keseluruhan, psikologi sastra merupakan ilmu yang mengkaji karya sastra dari sudut kejiwaannya.
Pendekatan ini memandang bahwa karya sastra merupakan aktivitas kejiwaan. Seorang pujangga atau pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karsa dalam berkarya. Dan ketiga aspek tersebut adalah aktivitas kejiwaan. Begitu pula pembaca dalam menanggapi sebuah karya. 
Menurut Wiyatmi, dalam Psikologi Sastra: Teori dan Aplikasinya (2011:6), psikologi sastra lahir sebagai salah satu jenis kajian sastra yang digunakan untuk membaca dan menginterpretasikan karya sastra, pengarang karya sastra dan pembacanya dengan menggunakan berbagai konsep dan kerangka teori yang ada dalam psikologi.
Wellek & Waren (1990) mengemukakan empat kemungkinan pengertian. Pertama, studi psikologi pengarang sebagai tipe atau pribadi; kedua, studi proses kreatif; ketiga, studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan dalam karya sastra; dan keempat, mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca).
Menurut Wiyatmi, dalam Psikologi Sastra: Teori dan Aplikasinya (2011:6), psikologi sastra lahir sebagai salah satu jenis kajian sastra yang digunakan untuk membaca dan menginterpretasikan karya sastra, pengarang karya sastra dan pembacanya dengan menggunakan berbagai konsep dan kerangka teori yang ada dalam psikologi.

C.      Metodologi Analisis
1.    Metode
Pendekatan psikologi sastra dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama, melalui pemahaman teori-teori psikologi kemudian dilakukan analisis terhadap suatu karya sastra. Kedua, dengan terlebih dahulu menentukan sebuah karya sastra sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang dianggap relevan untuk melakukan analisis. Pada umumnya metodologi penelitian yang pertama memiliki kecenderungan untuk menempatkan karya satra sebagai gejala sekunder sebab cara-cara penelitian yang dimaksudkan menganggap karya sastra sebagai gejala yang pasif, atau semata-mata sebgai objek untuk mengaplikasikan teori.

2.     Teknik
Psikoanalisis pertama kali dimunculkan oleh “Bapak Psikoanalisis” terkenal Sigmund Freud yang berasal dari Austria. “Psikoanalisis adalah istilah khusus dalam penelitian psikologi sastra” (Endraswara, 2008:196). Artinya, psikoanalisis ini banyak diterapkan dalam setiap penelitian sastra yang mempergunakan pendekatan psikologis. Umumnya, dalam setiap pelaksanaan pendekatan psikologis terhadap penelitian sastra, yang diambil dari teori psikoanalisis ini hanyalah bagian-bagian yang berguna dan sesuai saja, terutama yang berkaitan dengan pembahasan sifat dan perwatakan manusia. Pembahasan sifat dan perwatakan manusia tersebut meliputi cakupan yang relatif luas karena manusia senantiasa menunjukkan keadaan jiwa yang berbeda-beda.
Psikoanalisis dalam karya sastra berguna untuk menganalisis tokoh-tokoh dalam drama atau novel secara psikologis. Tokoh-tokoh tersebut umumnya merupakan imajinasi atau khayalan dari kesadaran pengarang yang berada dalam kondisi jiwa yang sehat maupun terganggu, lalu dituangkan menjadi sebuah karya yang indah.
Freud membagi lapisan kesadaran dengan konsep yang lebih teknis. Pembagian itu dikenal dengan sebutan struktur kepribadian manusia, dan tetap terdiri atas tiga unsur, yaitu: Id, Ego, dan Super Ego.

a)        Id
Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir. Aspek kepribadian sepenuhnya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan primitif. Menurut Freud, id adalah sumber segala energi psikis, sehingga komponen utama kepribadian Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan segera dari semua keinginan dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak puas langsung, hasilnya adalah kecemasan negara atau ketegangan. Sebagai contoh, peningkatan rasa lapar atau haus harus menghasilkan upaya segera untuk makan atau minum. id ini sangat penting awal dalam hidup, karena itu memastikan bahwa kebutuhan bayi terpenuhi. Jika bayi lapar atau tidak nyaman, ia akan menangis sampai tuntutan id terpenuhi.

b)        Ego
Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani dengan realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar.
Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang berusaha untuk memuaskan keinginan id dengan cara-cara yang realistis dan sosial yang sesuai. Prinsip realitas beratnya biaya dan manfaat dari suatu tindakan sebelum memutuskan untuk bertindak atas atau meninggalkan impuls. Dalam banyak kasus, impuls id itu dapat dipenuhi melalui proses menunda kepuasan – ego pada akhirnya akan memungkinkan perilaku, tetapi hanya dalam waktu yang tepat dan tempat.
Ego juga pelepasan ketegangan yang diciptakan oleh impuls yang tidak terpenuhi melalui proses sekunder, di mana ego mencoba untuk menemukan objek di dunia nyata yang cocok dengan gambaran mental yang diciptakan oleh proses primer id’s.

c)        Superego
Komponen terakhir untuk mengembangkan kepribadian adalah superego. superego adalah aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang kita peroleh dari kedua orang tua dan masyarakat – kami rasa benar dan salah. Superego memberikan pedoman untuk membuat penilaian. Yang ideal ego mencakup aturan dan standar untuk perilaku yang baik. Perilaku ini termasuk orang yang disetujui oleh figur otoritas orang tua dan lainnya. Mematuhi aturan-aturan ini menyebabkan perasaan kebanggaan, nilai dan prestasi.
Hati nurani mencakup informasi tentang hal-hal yang dianggap buruk oleh orang tua dan masyarakat. Perilaku ini sering dilarang dan menyebabkan buruk, konsekuensi atau hukuman perasaan bersalah dan penyesalan. Superego bertindak untuk menyempurnakan dan membudayakan perilaku kita. Ia bekerja untuk menekan semua yang tidak dapat diterima mendesak dari id dan perjuangan untuk membuat tindakan ego atas standar idealis lebih karena pada prinsip-prinsip realistis. Superego hadir dalam sadar, prasadar dan tidak sadar.Maka dari itu timbullah interaksi dari ketiga unsur unsur diatas yaitu dengan kekuatan bersaing begitu banyak, mudah untuk melihat bagaimana konflik mungkin timbul antara ego, id dan superego.

D.       Analisis Novel “Ayah” Berdasarkan Pendekatan Psikologi Sastra
  1. Identitas Novel
- Judul                                  : Ayah
                        - Pengarang                       : Andrea Hirata
                        - Jumlah Halaman           : xx  + 412 halaman
                        - Penerbit                           : PT Bentang Pustaka

  1. Sinopsis
Mengawali cerita dengan tokoh Sabari. Dia sebagai tokoh ayah, hidup di sebuah desa bernama Belantik, Tanjung Pandan, Belitung. Dia sedang merana, sedih, kesepian karena ditinggalkan kedua cintanya, Marlena istrinya dan zorro (Amiru) anaknya. Di bawah Purnama Kedua Belas yang terang benderang, Sabari kini ditemani seekor kucing dan sebilah pensil yang digenggam erat. Walau di luar sana dua sahabatnya, Ukun dan Tamat, yang senantiasa setia menemani kesendiriannya.
Dikisahkan awal pertemuan Sabari dengan kekasihnya, Marlena. Cintanya yang tidak bisa tergantikan, walau bertepuk sebelah tangan, dan tetap menjadi momen indah dalam usaha mendapatkan cintanya sampai ke pelaminan dan menghasilkan buah hati yang menjadi dambaan cintanya yang kedua, yaitu Zorro/Amiru. Walau pada akhirnya mereka berpisah, namun zorro menjadi bambaan cintanya yang tidak bisa dipisahkan. Setelah terpisah dari anaknya, karena tuntutan asuh bagi istrinya secara hukum, dari sanalah penderitaan Sabari di mulai. Dalam cerita berikutnya, zorro tinggal  bersama Marlena dan Amirza ayah tirinya, setelah dengan dua ayah tiri lainnya yang pernah menikah dengan Marelana; Manikam dan Jon Pijareli.
Delapan bulan Sabari didera cambuk kesedihan; diterpa badai kepedihan; diterkam buaian mimpi dan harapan. Orang-orang melihat Sabari telah linglung, gila, dan menjadi gelandangan pasar.  Banyak keanehan yang dilakukannya. Saat menemukan layang-layang putus, ia sambung-sambung talinya sampai panjang, ditulisnya disecarik kertas Zorro, pulanglah, Ayah menunggumu, lalu dinaikan layangan itu diulur dan ia lepaskan. Saat lain seorang nelayan menemukan Penyu, ia memintanya; ia tahu penyu lebih lama hidup daripada manusia dan suka menjelajah lintas samudera, ditulisnya dalam lempeng aluminium dengan bahasa inggris semampunya, diikatkan dengan tali di kaki dan dilepaskannya ke lautan. Banyak lagi keanehan lainnya. Kini hidupnya dari belai kasihan orang-orang di pasar.
Ukun dan  Tamat senantiasa setia menemani dan memperhatikan nasib sahabatnya itu. Setelah berfikir tiga jam di sebuah warung solider, mereka bertekad mencari Zorro dan Lena menjelajah pulau Sumatera dan membawa ke belitong ke hadapan Sabari. Dalam pencariannya di berbagai tempat, banyak mengendong cerita lucu dan mengagetkan. Mulai dari persiapannya membuat Surat Kelakuan Baik, Kartu Keluarga, surat wasiat untuk keluarganya jika akhirnya mereka harus kehabisan nyawa di perjalanan. Perjumpaannya dengan setiap orang yang tak dikenal, dan dalam genggaman mereka berdua tak lepas dari buku Kamus Bahasa Indonesia agar berbicara dengan baik dan benar. Mereka lakukan atas saran Bu Norma, guru Bahasa Indonesia di SMA-nya, saat pemberangkatan.
Akhir cerita – Purnama Kedua Belas, Ukun dan Tamat, setelah berhari-hari dalam pengembaraan, berhasil mendatangkan Marlena dan Zorro ke hadapan Sabari. Semangat hidupnya kembali muncul. Sabari kembali menjadi manusia normal dalam pandangan orang-orang. Marlena pun mengizinkan Zorro untuk tinggal bersama Sabari. Kebahagian mulai menyelimuti hari-hari bersama anaknya walau tanpa Marlena. Amazing, kebahagian bertambah, karena gara-gara seekor penyu tempo waktu, membawa perkenalan Amiru & Sabari sekeluarga dengan Brother Niel Wuruninga dan Larissa sekeluarga. Manusia dari pulau tetangga, Australia, itu yang menemukan dan membalas surat yang dibawa seekor penyu itu. Orang-orang sekampung geger, rumah sabari ramai saat dikunjungi orang asing luar negara yang pertama mengunjungi kampung Belantik.
Bagi Sabari, Marlena tetap menjadi dambaan kerinduannya setiap denyut nadinya, detang jantungnya, hingga pada titik dadanya sulit bernafas. Hanya dengan sebilah pensil yang ada dalam pelukan dan genggamannya yang setia menemani tidurnya. Bagi Sabari, hanya dengan Marlena, dia pernah menikah untuk yang kali pertama dan terakhirnya. Kemudian selama pernikahannya, bagi Sabari, hanya empat kali  berjumpa Marlena. Sungguhpun demikian, tetapi ia tetap mencintainya hingga akhir hayatnya di pertengahan 2013. Di pusara makamnya tertulis puisi Biarkan aku mati dalam keharuman cintamu.
Setelah kematian Markoni, ayahnya, Marlena sudah mulai sakit-sakitan – penggalan kisah Amiru dan Amirza serta Marlena dalam masa terbaring merasakan sakit, diceritakan di awal novel ini. Marlena meninggal di akhir tahun 2014. Amiru merasa kaget di akhir hidup ibunya; Marlena meminta kepada Amiru untuk dimakamkan di dekat Sabari dan menuliskan di pusara makam, di bawah namanya, sebuah tulisan yang pernah didengar ayahnya memanggil ibunya, Purnama Kedua Belas.


  1. Kajian Psikologi Sastra Novel “Ayah” Karya Andre Hirata
a)      Tokoh
-          Aku (Andrea Hirata) adalah tokoh pencerita. Perkenalannya dengan Amiru di Kantor Pos Bogor tempatnya bekerja. Saat itu Amiru sedang merantau mengikuti kursus elektronika. ‘Aku’ sering menemukan surat dengan alamat  kampung halamannya sendiri, Belantik, Belitung. Surat itu dikirim Amiru untuk ayahnya. (392).
-          Sabari adalah seorang Ayah dari anak yang bernama Zoro/Amiru. Istrinya adalah Marlena, seorang wanita yang diidamkan saat masih SMA. Ia meninggal pada pertengahan 2013
-          Marlena adalah istri pertama dan terakhir, bahkan sekaligus wanita wanita satu-satunya yang pernah dinikahinya, bagi Sabaari. Ia meninggal di akhir tahun 2014.
-          Amiru/Zoro adalah anak dari Marlena dan (anak asuh) Sabari.
-          Maulana Hasan Magribi (Ukun) dan Mustamat Kalimat (Tamat) adalah sahabat Sabarai ketika SMA dan sahabat ketika sabari menjadi seorang ayah.
-          Amirza, Manikam, dan Jon Pijareli adalah ayah-ayah bagi Amiru
-          Zuraida adalah teman dekat Marlena.
-          Markoni adalah ayah Marlena
-          Syarif Miskin adalah pemilik kios Reparasi alaktronik di pasar ikan.

b)     Analisis Tokoh dalam Novel ”Ayah” Berdasarkan Pendekatan Psikologi Sastra
-          Sabari memiliki watak optimis. Seperti dalam kutipan berikut :
Semangat hidup, terutama mencapai sebuah keinginannya, tak pernah surut. Ia teringat, dan berpegang teguh, pada sebuah pesan ayahnya, “ Tuhan selalu menghtung, dan suatu ketika, Tuhan akan berhenti menghitung”. (48).
Saat SMA, Sabari punya bakat menulis puisi. Kesukaannya pada mata pelajaran Bahasa Indonesai adalah turunan ayahnya seorang guru Bahasa Indonesia.

-          Marlena memiliki sifat keras kepala. Ia selalu berbeda keinginan dengan ayahnya. Seperti petikan berikut:
... di rumah juga rutin saja, yaitu hampir setiap hari terdengar pertempuran sengit Lena versus Markoni. Namun, pertengkaran sore itu berbeda, yakni disertai bunyi benda-benda pecah. (267).

Marlena memiliki paras yang cantik ...
Ia wanita yang cantik, memiliki mata yang begitu indah, teduh tapi berkilauan, bak purnama kedua belas. (13).

Marlena menikah dengan Sabari karena terpaksa. Untuk menutupi aib bagi keluarganya  terutana nama baik ayahnya. Berikut petikanya :

... tetapi dia tahu Markoni muntab luar biasa lantaran Lena dengan segala jambalanya asmaranya akhirnyamengalami semacam peristiwa di luar rencana dan situasi sebab nama baik Markoni dipertaruhkan ....
Keributan itu berlangsung berhari-harikarena keputusan harus segera diambil. Dan Lena karena satu dan lain hal yang kurang sopan dibahas di dalam novel, bingung menetapkan keputusan. ... Semuanya begitu gampang diduga, yaitu diperlukan seseorang untuk menyelamatkan situasi. (167).
Siang itu Markoni memanggil Sabari dan menawarinya untuk menikahi Lena. Lena ada di situ, duduk membatu menghadapi meja. Markoni meninggakan mereka. Sabari gemetar. Sinar matahari menembus celah tirai keong, terpantul di atas dulang tembaga di tengah meja, tempias menampar wajah Lena. Tak berkedip Lena menatap lelaki buruk rupa yang dengan gagah berani telah menumbalkan diri untuknya. (170)

-          Amiru/Zoro adalah anak pintar dan berhati baik.

Bersahabat dengan Amiru sangat mengesankan. Dia pintar dan berhati baik. Dia lulus terbaik dari kursus itu. Tiga lulusan terbaik akan langsung diterima bekerja di sebuah perusahaan elektronik terkenal di Jakarta, tetapi Amiru ingin segera pulang untuk mengurus ayahnya. (392).

Aku mau membuka kios reparasi elektronik seperti kios Bang Syarif Miskin,” katanya sambil tersenyum.(393).

-          Maulana Hasan Magribi (Ukun) & Mustamat Kalimat (Tamat) adalah dua sahabat yang setia. Kesetiaanya pada Sabari terlihat dalam penggalan berikut :
Banyak orang suka angka delapan. Karena kalau untuk, tak berkesudahan, tapi begitu juga kalau senewennya takkan selesai-selesai. Sudah saatnya kita berbuat sesuatu yang spektakuler untuk sabarikata Tamat kepada Ukun. (286).

Tiga jam mereka saling bertukar fikiran. Tandas masing-masing lima gelas kopi, dan tumpas masing-masing mi rebus 34(tiga mi empat telur). Setelah mempertimbangkan berbagai aspek,  mereka memutuskan untuk mencari Lena dan Zorro ke Sumatera dan membewa keduanya pulang ke Belitong. (287)

-          Amirza adalah ayah tiri Amiru. Dia bekerja sebgai seorang buruh pabrik sandal jepit. Dia suka sekali radio. Satu-satunya hiburan baginya. Tentang radio yang sering bersuara kemerosok .... tuiiiiing ....tuiiiing, dia sering bereksperimen. Selain itu, ia seorang yang sabar, sayang, dan telaten. Apalagi dalam merawat istrinya (Marlena) yang dalam masa-masa sakitnya. Penggalan tentang watak tokoh Amirza terurang panjang.
Seperti dalam kutipan ini ...
Amiru kagum akan rasa sayang, kesabaran, dan ketelatenan ayahnya merawat ibunya .... (14).

-          Markoni adalah ayah Marlena yang keras dan kuat pendirian karena masa lalu. Kutipannya:

Seorang yang kenyang pengalaman sekaligus orang yang traumatis. Dia selalu teringat kata-kata ayahnya : jika anaknya mau sekolah akan disekolahkannya sampai kapan pun, ke mana pun. Dia siap berkorban apa saja. (26)

-          Syarif Miskin seorang pemilik kios reparasi elektronik di pasar ikan. Dia seorang yang pintar dan punya wawasan. Kutipannya:
Dia bersabda kepada Amirza : “ bahwasnnya siaran radio akan lebih mudah ditangkap jika ujung kawat yang diluar dari antenanya ditautkan ke kumparan logam yang lebar.” (23).

c)      Analisis Novel “Ayah” menurut pengertian psikologi sastra Wellek dan Austin
1.       Studi psikologi pengarang
Dalam novel ini, pengarang (Andrea Hirata) menempatkan  dirinya sebagai Aku. Ia adalah tokoh sampingan dalam novel “Ayah”. Hanya sedikit petikan yang menampakan dirinya sebagai tokoh.  Bahkan hampir tidak bisa ditemukan. Dia hanya menceritakan orang lain. Sudut pandag ceritanya mengambil sudut orang ketiga (Dia). Tapi, dia pun sebagai aku dalam cerita di sini.
Di akhir cerita, Andrea menampakan dengan jelas dirinya. Hal ini dibuktikan :
Aku bekerja di kantor Pos Bogor sebagai tukang sortir dan sering menemukan surat dengan alamat  kampung halamannya sendiri, Belantik, Belitung. Surat itu dikirim Amiru untuk ayahnya. Di situlah aku berkenalan dengan Amiru.
Bersahabat dengan Amiru sangat mengesankan. Dia pintar dan berhati baik. Dia lulus terbaik dari kursus itu. Tiga lulusan terbaik akan langsung diterima bekerja di sebuah perusahaan elektronik terkenal di Jakarta, tetapi Amiru ingin segera pulang untuk mengurus ayahnya.
“Apa yang akan kau kerjakan di Belitong, Miru?” tanyaku.
“Aku mau membuka kios reparasi elektronik, seperti kios Bang Syarif Miskin,” katanya sambil tersenyum.

2.       Studi Proses Kreatif
Studi proses kreatif di sini adalah penggunaan bahasa yang digunakan pengarang. Novel ini menyuguhkan 67 episode – mozaik dalam istilah Andrea. Pada setiap mozaik, Andrea menempatkan seting dan plot/alur yang berlawanan. Alur ceritanya tidak terus maju, tapi mundur – maju – mundur – maju. Jika menikmatinya satu kali, maka wajah pembaca akan sedikit kerung – mengerutkan dahi. Dengan senyuman agak tengik di wajah karena suguhan lucu dengan bahasa yang menggelitik dan menghibur, pembaca akan mendapatkan perasaan haru, sedih, dan kaget jika ceritanya diendapkan dan dibuka kembali kedua kalinya.

3.       Studi Tipe dan hukum-hukum psikologi dalam karya sastra.
Karya sastra ini, banyak mengandung nilai sastra dalam pemaparan bahasanya. Novel ini dibumbui dengan puisi-puisi indah. Novel yang menceritakan perjuangan cinta dan kesetiaan, terhadap keluarga dan persahabatan dapat memberikan kesan dan pendalaman makna positif bagi pembaca.
Jiwa penulis mengembara dalam sudut pandang orang lain. Sebagai tokoh ketiga yang tidak begitu memunculkan diri, penulis harus melihat pengalaman orang lain (tokoh Amiru) dengan fikiran dan kaca matanya sendiri. Di sini terasa, bagaimana olah rasa penulis dalam untaian kata-kata yang berjiwa bagi para tokoh cerita.

4.       Dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca)
Novel ini, tidak bisa dibaca sekali. Jika berulang kali dibacanya, maka akan memberikan dampak positif. Terutama untuk kepuasan rasa dan jiwa pembaca. Mimpi dan kerinduan dalam mengarungi kehidupan indah berkeluarga. Penulis membawa pada pembaca menuju kehidupan mansyarakat kecil, sederhana, namun memiliki keteguhan.
Penulis terhadap pembaca memberikan sebuah  gambaran nyata sebagai anak yang berbakti pada orang tua. Cinta luar biasa dan kesetiaan pada keluarga dan sahabat. Cita-cita yang tinggi, perjuangan pantang menyerah, dll.                    

  1. Kesimpulan
Teori dalam menganalisis ini menggunakan pendekatan psikologi sastra. Psikologi sastra merupakan salah satu kajian sastra yang bersifat interdisipliner, karena memahami dan mengkaji sastra dengan menggunakan berbagai konsep dan kerangka teori yanga ada dalam psikologi. (2011:28)
Sedangkan tehnik yang digunakan adalah Psikoanalisis yaitu; Id, Ego dan Superego. Sehingga, Psikologi sastra memberikan sebuah manfaat yang dapat membantu pembaca dalam mengetahui dan memahami serta mendeskripsikan sifat-sifat tokoh dalam sebuah novel.






Daftar Pustaka

  1. Esten, Drs. Mursal. 1978. Kesusastraan: Pengantar teori & Sejarah. Bandung: Angkasa
  2. Endaswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Jakarta: PT Buku Kita.
  3. Fokkema, D.W, & Elrud. Teori Sastra Abad Kedua Puluh. Jakarta: PT Gramedia
  4. Hirata, Andrea. 2015. Ayah. Yogyakarta. Bentang
  5. Wiyatmi. 2011. Psikologi Sastra: Teori dan Aplikasinya. Jogyakarta: Kanwa
  6. Ratna, Prof. Dr. Nyoman Kutha.2011. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra: Dari Strukturalisme Hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  7. Nurgiyantoro, Burhan. 2004. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
  8. http://falah-ahmad.blogspot.co.id/2012/06/teori-dan-aplikasi-sastra-psikologi.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi

Review Buku

Resensi Buku